Tuesday 2 October 2018

Bahagianya sekolah lagi

Bisa sekolah di universitas terbaik di Eropa (hampir terbaik dunia) dalam bidang saya adalah sebuah anugerah yang kalau ambil kalimat peribahasa mungkin bagaikan mendapat durian runtuh. Setelah menyelesaikan studi, seakan saya bisa setiap detiknya merasakan syukur yang tidak ada habis-habisnya karena suatu doorprize besar yang satu ini dari Allah buat saya. Bagaimana tidak?

Jangan lupakan mimpi diri sendiri
Di tengah perjalanan yang berliku dalam usaha menyelesaikan credit demi credit kuliah, saya terus berjuang untuk mindful dalam belajar. Saya jadi paham dan makin mencintai ilmu yang saya pelajari. Saya juga menyesali kenapa kuliah s1 saya, ga pernah belajar, cuma sistem kebut semalam. Nah, kuliah master ini hepi-hepi aja sih, sampai tibalah saatnya ketemu mata kuliah yang susah (red: periode 2 -bulan ketiga- sampai seterusnya tanpa akhir). Ditambah homesick dan juga gak bisa jalan-jalan kalau gak beneran libur saking mau prihatin aja biar di rumah nonton, belajar, atau sekedar nonton lagi LOL. Saya pun sedikit lupa apa tujuan saya kuliah. Saking susahnya, saya sempat berpikir yang penting lulus aja deh.

Tapi, bagaikan dua sisi mata uang (lawas ya, biarin deh!), sebagian diri saya juga berpikir, ya masa yang penting lulus aja sih, nanti nyesel loh. Well, setelah berdoa terus sama Allah, jarang jalan-jalan, dan di rumah aja (nonton, hmm, ya, oke, sambil belajar), akhirnya Allah mudahkan semuanya. Di sini lah saya sangat merasa bersyukur. Bukan karena apa-apa, tapi karena Allah ternyata tidak meninggalkan saya di Belanda, kota kecil, sudut kamar kecil (pula) sendirian. Dengan rahmat dan bimbingan Allah, saya bisa lulus ujian, nilai (Alhamdulillah) bagus, dan gak pernah re-exam.

Karena orang cerdas adalah yang belajar dari pengalaman orang lain, saya bisa sampaikan ke kamu bahwa kadang setalah kita dapatkan keinginan kita, lalu terlalu excited di awal, lalu kita bisa lupa sama mimpi diri sendiri. Biar saya aja yang sempat berpikir begitu, kamu jangan! Haha! Serius. Ibarat marathon, endurance sangatlah penting untuk mencapai garis finish. Garis finish nya di mana? Ya kalau udah selesai sekolah dong choy! Kan kepengennya sekolah ke luar negeri. Bukan pergi ke luar negeri aja, terus udah puas dengan menginjakkan kaki di tanah impian. Bertahan semangat belajar, juga semangat capai target di awal memang gak mudah. Godaan main-main di Eropa itu menggiurkan. Padahal, kesempatan yang sama gak akan terjadi dua kali. Kalau mimpinya mau jadi diri sendiri yang lebih baik, kenapa udah capek-capek terbang jauh tapi setengah-setengah dan kuliah asal lulus? Masuk kuliah dengan bangga, keluar juga harus dengan bangga.


Surplus 24 SKS, kenapa nggak?
Sebetulnya re-exam pun tidak masalah (kalau di Belanda), asalkan percobaan kedua harus mendulang nilai yang gemilang dong. Hehe, ini masih dalam rangka: supaya gak asal lulus kuliah. Tapi, keuntungan kita gak re-exam adalah punya lebih banyak waktu. Bisa dipakai buat jalan-jalan pas liburan, lulus cepat, atau nambah SKS. Yes, nambah credit kuliah bisa dong.

Kebetulan periode re-exam pertama, saya gunakan untuk ke tempat suami saya. Yeah, jalan-jalan ke London, 2 minggu, full! Periode re-exam kedua, nah, saya sibuk kerjakan thesis. Orang-orang pada summer holiday, huks, pengen, tapi suamiku cibuk kerja disertasi, ya aku juga menyibukkan diri dong. Ke London aja juga masih bawa kerjaan. Yanasip. A blessing in disguise, keadaan kami pun (yang mesti kerja pada saat full summer) turned out to be many wonderful things. Nyatanya, suami saya bisa lanjut research-nya sampai akhir tahun, dan saya pun bisa cepat memenuhi standar credit minimal untuk menyandang gelar master. Nah, kami berdua terus berpikir, lah kenapa cepat amat lulusnya, masa sih lebih cepat 4 bulan. Selanjutnya apa?

Suami saya sarankan saya untuk mengambil internship di Eropa. Saya diminta daftar di E-ro-pa, jangan di Indonesia. Padahal bisa juga kan balik ke Indonesia lebih cepat. Dan, seperti mantra, nurut suami dan ridho Allah membawakan saya proyek internship dengan mudahnya di Belanda. Jadi lah saya: 1. Bisa memaksimalkan waktu untuk belajar (internship), 2. Dapat pengalaman kerja di Belanda yang gak semua orang bisa dapatkan. Intinya sih, Allah selalu merahmati saya dengan begitu banyak berkah pada kuliah saya kali ini. Gak tanggung-tanggung, surplus 24 SKS untuk tambahan internship. Kenapa nggak, mumpung sekolah gratis!?  

Menjadi warga dunia
Ibarat ekstrakulikuler, saya menjalani internship saya hanya sebagai tambahan saja. Tapi, ibarat emang passion nya kerja implementasi berbasis riset, kayaknya ekstrakulikuler ini sangat menarik dibanding sama 2 thesis sebelumnya yang pure riset, bikin sakit perut. Sehingga, saya hepi-hepi aja dan Alhamdulillah, Allah melunakkan hati bos-bos saya, sepertinya mereka hepi dan melihat peluang untuk kolaborasi di masa depan. Saat itu, saya dituntut untuk menganalisa bagaimana sebuah terobosan baru dapat diimplementasikan di Indonesia. Berdiskusi dengan former State Secretary negara orang lain yang temenan sama direktur badan dunia, atau direktur suatu company tingkat dunia, konsultan dan professor kece, itu rasanya berharga tiap detiknya. Bagi si kutu kupret dan otak biasa-biasa aja kayak saya mah, luar biasa banget. Setiap helaan nafas dan telenan ludahnya berasa dinikmatin, kapan lagi kan shay berasa orang penting, padahal kan cuma jawab dikit-dikit aja, kerjaanya duduk paling pinggir dengerin ajah, oops bahkan keseringan kan conference call, ga ngomong kecuali ditanya haha.

Secara sadar, saya sangat bersyukur bahwa saya telah jadi warga dunia yang turut andil (mungkin) untuk selangkah kemajuan bangsa saya sendiri. Who knows? Ucapan adalah doa. Katakan aamiin aja dulu.

A big thanks
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Oiya. Saya senang sekali dulu membaca cerita-cerita orang lain di internet tentang bagaimana mereka mewujudkan keinginannya sekolah ke luar negeri. Rasanya, sekarang pun saya benar-benar ingin berbagi kepada semua orang yang punya keinginan, punya suatu mimpi yang kayaknya gak mungkin, jangan capek terus berusaha. Biarin orang lain bilang apapun dan meragukan kamu, tapi, “Don’t let someone else’s fears and hesitation be the reason you stop growing” – read somewhere. Dan yang paling penting, jangan pernah meragukan diri kamu sendiri.

Again, thank you to Allah for always being there to help me going through the study period far away from my beloved husband and family. Thanks to my husband @idhamhabibie for your patience (finger cross), giving a chance for me to pursue my big dreams, our dreams. Franklin D. Roosevelt once said that a smooth sea never made a skilled sailor, there we were struggling to finish what we have started, being brave to make our dreams come true. When we looked back, these four years was amazing for us from the preparation until we ultimately made it, reaching the graduation line. I wish after this stage we could be a more skilled sailor, conquering the ocean, together eaaa. Tarik mang!

Thank you to my parents, with my mother's blessing, I could be who I am now. It was funny because my three attempts (before this) to study abroad was failed, not only because I might be not qualified yet, but also, she did not want to be far away from me. She kept wish that I did not go, back then. At the end, she (akhirnyaaaa) prayed to Allah for my dreams. And voila!

Thanks to all friends, Eke, yang tanpanya ku ga survive tahun pertama kuliah haha. Linda, my emergency contact during my stay (read: whole life) in Wageningen LOL. Ulfah and Eki who always be my random chit chat friends. MNH friends who became my study buddy, especially Je dkk (sebenernya we bingung sih, perasaan Je ga sejurusan tp we klo diinget2 belajar muluk ke Je saking doi update terus yah haha). My PPI friends who always understand me apologize wakakak tim hore ajah. Mita (and every mbak-mbak pembawa suami) who became a place to ask about visa, housing, and everything.

Last but not least, thanks to LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia who believed in me, seorang yang berasal dari kaum kelas menengah yang ingin merasakan pengalaman mengenyam pendidikan kelas dunia.

Cheers,
1 Oktober 2018

Waktu Belanda bagian wisuda
Waktu Depok bagian ngarep dateng

Thursday 23 August 2018

DIY Album Foto Jalan-jalan

Dalam rangka membungkus dan mensyukuri kenangan indah selama satu setengah tahun tinggal di Eropa, saya tetiba berhitung, kok ternyata pernikahan saya juga udah mau dua tahun berlalu. Alhamdulillah begitu banyak yang sudah kami lalui bersama, termasuk pacharan ghitu khan. Hadiah anniversary pernikahan sudah barang tentu menjadi sesuatu yang diidamkan.

Nah, termasuk kali ini, saya pengen banget bikin album foto jalan-jalan kami ala ala kenangan anniversary gitu. Tapi sebagai ibu rumah tangga yang bijaksana, saya pikir, buat apa keluarin (banyak) uang buat:
Hire kang foto jaman sekarang yang bisa dipanggil online itu
Karena harga frameatrip atau sweetescape setara dengan budget buat ngetrip ke tempat lain. Lagi pula kami dah terlanjur punya foto cakep (iyain aja plis)

Atau misal minta layoutin dan bikinin album sama designer grafis
Karena itu harganya sama aja kayak mau pre-wedding lagi ya males ae mending nabung ya, dan lagi pula, again, dah terlanjur punya foto cakep khan. Bisa 500k layoutnya aja, print nya another 600k kalau mau yang premium kayak album nikahan mungkin.

Atau bisa juga sih bikin murah melalui toko online
Nah. sebetulnya ini sih opsi murah meriah karena kita ga perlu repot layout eh udah jadi aja. Tapi, saya selalu khawatir karena: belum tentu layout nya bagus, ga tau spesifikasi kertas dsb (kan ceritanya bukan orang percetakan, jd saya butuh melihat dulu contoh kertasnya gitu), lalu ga bisa revisi design, ya kali kan, udah tau saya orangnya agak detil dan banyak mau urusan macam album kenangan ginian, ga mungkin tenang tanpa revisi.
Paket jumbo misal 20x30 cm, ada yang jual 300k.

Dengan pertimbangan satu dan lain hal di atas, saya bikin sendiri aja deh mendingan, dengan modal nekat, skill seadanya, dan taste yang bagus (wakakak, biarin kepedean). Nah, melalui tulisan ini, saya ingin sekali berbagi gimana caranya bikin DIY album foto, karena banyak yang ingin sekali bikin dan tanya detil nya setelah melihat instastory saya (ala ala selebgram gitu). Albumnya udah dishare di highlight story Vol.1 kalau mau lihat hehe. Detil nya adalah sebagai berikut yaaa:

1. Aplikasi: Bisa pakai photoshop, tapi saya ga bisa, jadi pilih website canva buat cari template praktis. Tapi tetep perlu kesabaran buat pilih foto, edit, upload, tempel, atur layout di canva. Hmfiuh. Biasa sih edit pake snapseed dan vsco ae dr hape jadi foto2 di-export import nya banyak deh, ribet. Kelebihan dari canva juga gratis ya haha serta banyak banget template nya jadi bisa dapat inspirasi buat atur2 layoutnya. Tema design dan filter fotonya juga beragam, lovely.
2. Ukuran: Karena adanya 20x25 cm, ya saya ikutin ajah. Bisa kalau pake canva premium adjust size. Atau pake photoshop. Oiya, belajar dari pengalaman, kalau mau dicetak, perhatiin nanti margin jilid ya. Punyaku mendelep gitu beberapa halaman ga keliatan designnya huks.
3. Halaman: Bebas! Saya sih 30 halaman karena udah capek, mager banyak-banyak foto, dan itu maksimum dari satu file canva. Bisa aja sih bikin di file yang berbeda ntr tinggal di merge.
4. Print: Nah, setelah berminggu-minggu bikin, almost 2 bulan lah, saya mantap cetak di Buring Depok. Bisa di mana aja sih asal sesuai selera dan kantong. Kertasnya art carton (210-260 gr), laminasi doff, hardcover. Nah jangan lupa perhatikan halaman satu mau apa, dua, dsb. Jadi periksa dulu bener-bener. Selain itu, perhitungan harga biasanya per A3 jadi mereka bakal potong2 sesuai ukuran halaman kita. Nah, jadi beda ukuran album bisa jadi beda harga.
Dengan ukuran 20x25 cm, 1 A3 bisa dibagi 2. Total, harga sama hardcover 203k ajah. Tapi, capek banget kaka design sendiri.


Ini contoh design yang bisa kita bikin di canva


Hahahahha, yaudah, sekian yang mau saya share. Semoga bermanfaat dan bisa jadi inspirasi bikin sendiri album foto kenangan.